Friday, November 16, 2012

Siwon Updates



see this and smile ^^ i cracked up when i saw this while waiting for recording^^http://t.co/bUgdpF6R http://t.co/qsz0tkXk

With Lee Go Eun script writer that cannot tolerate injustice and Kang HyunMin who doesnt know what anger is^^ @siwon407 pic.twitter.com/spQOeUSs


Source: @siwon407
Translated by: @NKSubs
Shared at sup3rjunior.com by: reneee

Ontologi



ONTOLOGI

Prakata
Ontologi adalah bagian dari Filsafat dasar yang jika dibahas sebagai “dirinya sendiri” maka pembahasannya cukup abstrak tanpa contoh konkrit sehingga  cukup membingungkan. Karena ontologi sebagai bagian dari filsafat dasar berhubungan dengan bagian-bagian yang lain yang tidak bisa tidak “mereka” harus dibahas juga karena tanpa mereka  pembicaraan tentang ontologi akan mengambang.
“Mereka” yang tidak bisa tidak harus kita ikutkan yaitu; “Axiology”,  “Epistemology”,  “The Greek Philosophy”, “The Moslems Philosophy”,  “History Of Science”, “History Of  Civilization”,  “The Enlightment Era (Renaisance)”,  “The Secularism”, “The Development Of Scientific Structure”,  “The Dark Age”,  “The Moslems Contribution To Science & Civilization”,  “The Civilization In The Middle Age” &  “ The Paradigm”. Meskipun tidak membahas keseluruhannya, mengetahui bagian-bagiannya sudah merupakan modal yang cukup untuk memperjelas dimana posisi dan apa peran ontologi  dalam perkembangan ilmu.


I.       PENGETAHUAN, ILMU,  FILSAFAT & FILSAFAT ILMU

Pengetahuan, Ilmu, Filsafat & Filsafat Ilmu
Sebelum membahas tentang ontologi terlebih dahulu kita harus membahas pengertian dari Pengetahuan, Ilmu, Filsafat dan Filsafat Ilmu. Tanpa mengetahui secara jelas pengertian keempatnya  akan mengakibatkan kerancuan dalam pembahasan berikutnya  karena kita tidak akan mampu membedakan Pengetahuan, Ilmu, Filsafat, Filsafat Ilmu dan tidak akan bisa mendudukkan keempatnya pada tempatnya masing-masing dan akibatnya kita juga tidak akan tahu secara tepat dimana sebenarnya posisi ontology yang akan dibahas.

A.    Pengetahuan
      “Kita melihat, mendengar, merasa, meraba, mencium segala sesuatu. Pengalaman panca indera ini melalui proses langsung kemudian menjadi pengetahuan”.[1]
      “Pengetahuan adalah gejala tahu nya, secara bagian per bagian,  seseorang baik bersumber dari dirinya sendiri maupun dari orang lain  mengenai sesuatu dan dasar sesuatu itu”[2]
Jadi Pengetahuan adalah apa yang kita ketahui yang berupa kesimpulan yang merupakan hasil dari pengamatan terhadap suatu gejala yang parsial.


B.     Ilmu / Science
Ilmu berasal dari bahasa  ‘Arab  “alima” sama dengan kata dalam bahasa Inggris “Science” yang berasal dari bahasa Latin “Scio” atau “Scire”[3] yang kemudian di Indonesiakan menjadi Sains.
‘A. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan “Ilmu adalah pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin, .. pelukisan secara lengkap dan konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan pengklassifikasian dan melakukan pengujian”[4]
Jujun S. Suriasumantri menggambarkannya dengan sangat sederhana namun penuh makna  “Ilmu adalah seluruh pengetahuan yang kita miliki dari sejak bangku SD hingga Perguruan Tinggi”[5]
Beerling, Kwee, Mooij dan Van Peursen menggambarkannya lebih luas “Ilmu timbul berdasarkan atas hasil penyaringan, pengaturan, kuantifikasi, obyektivasi, singkatnya, berdasarkan atas hasil pengolahan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang dapat dikumpulkan.”[6]

Sehingga dengan demikian,
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara holistik yang tersusun secara sistematis yang teruji secara rasional dan terbukti empiris.

Ukuran kebenaran Ilmu adalah rasionalisme dan empirisme sehingga kebenaran ilmu bersifat Rasional dan Empiris.

C.     Filsafat
Filsafat berasal dari kata Yunani Philos dan Sophia yang secara umum berarti Cinta pada Kearifan.
“Filsafat adalah berpikir secara menyeluruh, mendasar namun spekulatif”[7]
Plato dalam The Liang Gie “ Filsafat adalah penyelidikan terhadap sifat-sifat dasar yang penghabisan dari kenyataan”,  J.A. Leighton dalam The Field Of Philoshopy dalam The Liang Gie “Filsafat adalah pencarian suatu totalitas dan keserasian dari pengertian yang beralasan mengenai sifat dasar dan makna dari semua segi pokok kenyataan. Suatu filsafat yang lengkap mencakup suatu pandangan dunia atau konsepsi yang beralasan mengenai seluruh kosmos dan suatu pandangan hidup atau ajaran tentang nilai-nilai, makna-makna, dan tujuan-tujuan dari hidup manusia”[8]



Dengan demikian,
Filsafat adalah upaya pengerahan akal budi berupa berpikir yang mendalam dan holistik namun spekulatif mengenai hakikat sesuatu yang bertujuan untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dipertanyakan.

Namun filsafat bersifat spekulatif / asumtif sehingga kebenarannya pun bersifat spekulatif/asumtif.

D.    Filsafat Ilmu
“Filsafat ilmu adalah bentuk pemikiran yang mendalam mengenai azas-azas, latar belakang, penyelenggaraan dan keterhubungan di dalam ilmu”[9]

Pengertian lain
“Filsafat Ilmu adalah sebuah studi/pembahasan mengenai dasar-dasar ilmu, terbentuknya struktur ilmu serta perkembangan ilmu”


II.    ONTOLOGI

A.    Ontologi dalam definisi Aristoteles
Yaitu pembahasan tentang hal ada sebagai hal ada (hal ada sebagai demikian) mengalami perubahan yang dalam, sehubungan dengan objeknya[10]

B.     Ontologi dalam Pandangan The Liang Gie
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar[11] yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan :[12]
-          Apakah artinya ada, hal ada ?
-          Apakah golongan-golongan dari hal yang ada ?
-          Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada ?
-          Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada ?

C.     Ontologi dalam Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles
Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut.
(Filosofi ini didefinisikan oleh  Aristoteles abad ke-4  SM)[13]
III. ONTOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU
Ontologi dalam Filsafat ilmu adalah studi/pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang sifat dasar itu menentukan arti, struktur dan prinsip ilmu.

IV. STRUKTUR ILMU
Peter R Senn dalam Ilmu Dalam Persektif (Jujun Suriasumantri) meskipun tidak secara gamblang ia menyampaikan bahwa ilmu memiliki bangun struktur[14]
Van Peursen menggambarkan lebih tegas bahwa “Ilmu itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar tersebut tidak pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian digolongkan menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Upaya ini tidak dilakukan dengan sewenang-wenang, melainkan merupakan hasil petunjuk yang menyertai susunan limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda-beda meresap sampai dasar ilmu. . . istilah yang pada ilmu pasti lama masih merujuk pada sesuatu seperti “ruang” (ruang fisis), “garis lurus (garis lurus lintasan sinar cahaya dalam hampa udara), sekarang lebih baik diganti dengan lambang tanpa arti seperti X, Y. Pakatan tertentu (disebut aksioma) yang sebetulnya merupakan semacam definisi mengenai istilah-istilah ..itu, memberikan petunjuk bagaimana “pengertian dasar” ini dapat dipergunakan”.[15]
Hidajat Nataatmadja menggambarkan dalam bahasanya sendiri mengenai hal tersebut diatas bahwa “ilmu memiliki struktur dan struktur ilmu itu berlapis-lapis. Lapis terdalam dalam dunia ilmu ia sebut dengan (meminjam terminologi Thomas S Kuhn) Paradigma  yang ia terjemahkan dalam grafik :[16]










PA
R
A
D
I
G
M
A

 





EPISTEMOLOGI
 




ONTOLOGI
 

 















Dan lebih rinci lagi beliau menggambarkan lapisan-lapisan ilmu sebagai berikut :[17]

T
E
R
A
P
A
N
 
TEKNIK / OPERASI


 
TEKNOLOGI / REKAYASA


 
SAINS / METODOLOGI


 
LOGIKA / MATEMATIKA


 
METALOGIKA / MATEMATIKA





 
P
A
R
A
D
I
G
M
A
T
I
K
 
PARADIGMA / LANDASAN DOGMATIKA

EPISTEMOLOGI
AKSIOLOGI
ONTOLOGI








Beliau membagi lapisan ilmu ke dalam dua golongan / kategori yaitu lapisan yang bersifat terapan dan lapisan yang bersifat paradigmatik.
Kedua kategori memiliki karakter sendiri-sendiri, lapisan terapan bersifat praktikal, pragmatik, empirik dan logik. Lapisan Paradigmatik bersifat asumtif spekulatif.


V.        ONTOLOGI DALAM STRUKTUR ILMU, POSISI DAN PERAN PENTINGNYA
Sebagaimana telah di sampaikan di atas mengenai pengertian Ontologi dalam Filsafat ilmu bahwa ontologi adalah studi/pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang sifat dasar itu menentukan arti, struktur dan prinsip ilmu.
Ontologi menempati posisi yang demikian pentingnya karena ia menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah terletak “undang-undang dasarnya” dunia ilmu.
Kelompok kami mengajukan sebuah penyimpulan yang merupakan penyederhanaan dari pembahasan para ahli sebelumnya yaitu bahwa fenomena ilmu adalah bagaikan fenomena gunung es di tengah lautan, dimana yang nampak oleh panca indera kita hanyalah sebuah kerucut biasa yang tidak begitu besar namun jika kita selami ke dalamnya maka akan tampak fenomena lain yang luar biasa dimana ternyata kerucut yang terlihat  biasa itu merupakan puncak dari sebuah dari sebuah gunung yang dasarnya jauh berada di dalam lautan.
Begitulah dunia ilmu, ilmu yang terlihat oleh kita dan yang ada dalam benak kita ternyata hanyalah permukaan ( terapan ) saja dari sebuah dunia yang begitu luas yaitu dunia Paradigma atau dunia landasan  ilmu.  Ya, ilmu yang kita nikmati saat ini.
Kelompok kami menggambarkannya dalam bagan seperti berikut :

 





















Ontologi sebagai landasan terdasar dari ilmu adalah dunia yang jarang dikaji karena keberadaannya yang nyaris tak terlintas di benak sebagaian besar para pengguna ilmu.  Pada lapisan ontologi lah diletakkannya “undang-undang dasar” dunia ilmu oleh para pendiri sains modern pada masa Renaisans yang merupakan penentu dari “hendak dibentuk seperti apakah ilmu yang akan dibangun ini”,  ketujuan manakah ilmu ini diarahkan” dalam konteks sebagai alat untuk membangun peradaban  maka  peradaban seperti apakah yang ingin diwujudkan” dan “sebenarnya sedang menuju kearah manakah kita (ummat manusia) dengan menunggang sains modern saat ini ?”


VI.     KESIMPULAN
Ternyata ilmu/sains tidaklah sesederhana yang sering kita bayangkan. Sebagai User, kita umumnya memandang bahwa  ilmu hanya berkutat pada pembahasan berbagai teori, riset, eksperimen atau rekayasa berbagai teknologi.
Ilmu ternyata merupakan sebuah dunia yang memiliki karakter dasar, prinsip dan struktur yang kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan pemanfaatan ilmu.
Karakter dasar, prinsip dan struktur ilmu dibangun oleh para pendiri sains modern pada masa renaisans dimana saat itu para pendiri sains modern menyadari bahwa hidup manusia memiliki tujuan yaitu membangun peradaban ummat manusia dan untuk mencapai tujuannya manusia membutuhkan alat. Alat itu adalah……..ilmu.    
Ontologi dalam filsafat ilmu adalah sesuatu yang maha penting karena sebagai lapis terdalam dari fondasi dunia  ilmu ia adalah sebuah ruang tempat diletakkannya “Undang-undang dasar Dunia Ilmu”.  Disanalah ditetapkannya kearah mana Sains Modern menuju dan kita sebagai user sains modern , sadar atau tidak adalah  orang-orang yang sedang bersama-sama  bergerak menuju arah yang sudah ditetapkan oleh para pendiri sains modern.


VII.          PENUTUP
       Demikianlah pembahasan kelompok kami mengenai Ontologi. Pembahasan kami hanya sebatas merunut dimanakah posisi dan peran ontologi dalam dunia ilmu. Mengenai siapa yang membangun ontologi dan diisi dengan apakah ontologi itu, itu adalah bagian dari pembahasan sejarah dan perkembangan ilmu.
       Demikianlah penyajian kami atas perhatiannya kami sampaikan banyak terimakasih.

Wassalam 


[1] Sistematika Filsafat, Buku 1, Sidi Gazalba Drs, Bulan Bintang, Jakarta 1973. h. 21
[2] Tahu dan Pengetahuan, Poedjawijatna, Prof. Ir, Rineka Cipta, Jakarta 2004, h.
[3] Sistematika Filsafat, Buku 1, Sidi Gazalba Drs, Bulan Bintang, Jakarta 1973. h. 54
[4] Sistematika Filsafat, Buku 1, Sidi Gazalba Drs, Bulan Bintang, Jakarta 1973. h. 54-55
[5] Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jujun S Suriasumantri, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1990, h. 19
[6] Pengantar Filsafat Ilmu, Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1990, h. 14-15
[7] Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jujun S Suriasumantri, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1990, h. 22-23

[8] [8] Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filsafat,  The Liang Gie. Drs., Karya Kencana, Yogyakarta, 1977, h. 8
[9] Pengantar Filsafat Ilmu, Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1990, h. 2-3
[10] Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filsafat,  The Liang Gie. Drs., Karya Kencana, Yogyakarta, 1977, h. 91
[11] Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filsafat,  The Liang Gie. Drs., Karya Kencana, Yogyakarta, 1977, h. 79
[12] Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filsafat,  The Liang Gie. Drs., Karya Kencana, Yogyakarta, 1977, h. 80
[13] Ensiklopedia Britannica, dalam Wikipedia
[14] Ilmu Dalam perspektif, Jujun S Suriasumantri, PT. Gramedia, Jakarta, 1981, h. 110-128
[15] Susunan Ilmu Pengetahuan, C.A, Van Peursen, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, h. 28
[16] The Grand Theory Of Science, Hidayat Nataatmadja, Yayasan Humanika, Bogor, 1993, h. 58-63
[17] The Grand Theory Of Science, Hidayat Nataatmadja, Yayasan Humanika, Bogor, 1993, h. 58-60