Pendahuluan
Epistemologi merupakan suatu bahan
kajian yang sangat menarik untuk dikaji. Karena pada epistemologi menjadi
tempat pijakan untuk memperoleh dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan.
Istilah Epostemology dipakai pertama kali oleh JF. Feriere (Surajiyo, 2005).
Pengertian
Epistemologi berasal dari kata
episteme dan logos, berasal dari
bahasa Yunani. Episteme artinya
pengetahuan, sedangkan logos menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Jadi
Epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan (Theory of Knowledge).
Atau menurut Webster Third New International
Dictionary mengartikan epistemologi
sebagai "The Study of method and ground of knowledge, especially with
reference to its limits and validity". Paul Edwards, dalam The
Encyclopedia of Philosophy, menjelaskan bahwa epistemologi adalah "the
theory of knowledge." Pada tempat yang sama ia menerangkan bahwa
epistemologi merupakan "the branch of philosophy which concerned with the
nature and scope of knowledge, its presuppositions and basis, and the general
reliability of claims to knowledge."
Epistemologi
juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan
menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari
struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor
mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup
epistemologi.
Epistemologi
juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik
mengenai kriteria dan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang
tidak benar. Batasan-batasan di atas nampak jelas bahwa hal-hal yang hendak
diselesaikan epistemologi ialah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran
pengetahuan.
Sejarah Epistemologi
Dimulai pada
zaman Yunani kuno, ketika orang mulai mempertanyakan secara sadar mengenai pengetahuan
dan merasakan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang amat penting yang dapat
menentukan hidup dan kehidupan manusia.
Zaman Romawi tidak begitu banyak menunjukkan perkembangan
pemikiran mendasar sistematik mengenai pengetahuan. Hal itu terjadi karena alam
pikiran Romawi adalah alam pikiran yang sifatnya lebih pragmatis dan ideologis.
Masuknya
agama Nasrani ke Eropa memacu perkembangan epistemologi lebih lanjut, dari
sinilah tumbuh Rasionalisme, Empirisme, Idelisme, dan Positivisme yang kesemuanya
memberikan perhatian yang amat besar terhadap problem pengetahuan.
Kebenaran
Pengetahuan
Jika
seseorang mempermasalahkan dan ingin membuktikan apakah pengetahuan itu
bernilai benar, menurut para ahli epostemologi dan ahli filsafat, pada umumnya
untuk membuktikan bahwa pengetahuan bernilai benar, seseorang menganalisis
terlebih dahulu cara, sikap dan sarana yang digunakan untuk membangun suatu
pengetahuan.Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran (Surajiyo,
2005) antara lain sebagai berikut
1.
The correspondence theory of truth (Teori Kebenaran Saling
Berkesesuian). Berdasarkan teori
pengetahun Aristoteles yang menyatakan bahwa kebenaran itu berupa kesesuaian
antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan
halnya atau faktanya..
2. The Semantic Theory of Truth (Teori Kebenaran berdasarkan
Arti). Berdasarkan Teori Kebenaran Semantiknya Bertrand Russell,
bahwa kebenaran (proposisi) itu ditinjau dari segi arti atau maknanya.
3.
The consistence theory of truth (Teori Kebenaran
berdasarkan Konsisten). Menurut teori ini,
suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
4.
The pragmatic theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan
Pragmatik). Yang dimaksud dengan teori
ini ialah bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata
bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi
manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
5.
The Coherence Theory of Truth(Teori Kebenaran berdasarkan
Koheren) Berdasarkan teori Koherennya
Kattsoff (1986) dalam bukunya Element of
Philosophy, bahwa suatu proosisi itu benar, apabila berhubungan dengan
ide-ide dari proposisi terdahulu yang telah dan benar.
6.
The Logical Superfluity of Truth (Teori Kebenaran Logis
yang berlebihan). Berdasarkan teori
yang dikembangkan oleh Ayer, bahwa
problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibatkan suatu
pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki
derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupi.
7.
Teori Skeptivisme,
suatu kebenaran dicari ilmiah dab tidak ada kebenaran yang lengkap.
8.
Teori Kebenaran Nondeskripsi. Teori yang dikembang oleh penganut
filsafat fungsionalisme, yang menyatakan bahwa
suatu statemen atau pernyataan mempunyai nilai benar amat tergantung peran dan fungsi dari
pada pernyataan itu.
Kebenaran dapat dibuktikan secara : 1.
Radikal (Individu)
2. Rasional (Obyektif)
3. Sistematik (Ilmiah)
4. Semesta (Universal)
Sedangkan nilai kebenaran itu
bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi Hakim Nasution
dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai
tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin.
Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu: 1) Kebenaran
wahyu, 2) Kebenaran spekulatif filsafat, 3) Kebenaran positif ilmu pengetahuan dan 4) Kebenaran pengetahuan biasa.
Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini
bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui
akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah. Jadi, apa yang diyakini
atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar
kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar
karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Karena itu,
kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu
berubah-rubah dan berkembang.
Terjadinya Pengetahuan
Menurut Made Pidarta (1997: 77) ada lima sumber
pengetahuan: 1) Otoritas, yang
terdapat dalam enseklopedi, buku teks
yang baik, rumus, dan tabel; 2) Common
sense, yang ada pada adat dan tradisi; 3) Intuisi yang berkaitan dengan perasaan ; 4) Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman; 5) Pengalaman yang terkontrol untuk
mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
Vauger menyatakan bahwa titik tolak
penyelidikan epistemologi adalah situasi kita, yaitu kejadian. Kita sadar bahwa
kita mempunyai pengetahuan lalu kita berusaha untuk pada saatnya kita harus
memberikan pengetahuan dengan menerangkan dan mempertanggung jawabkan apakah
pengetahuan kita benar dalam arti mempunyai isi.
Hal ini menumbuhkannya rasionalisme yang secara kritis
mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Menurut Popper,
tahapan ini adalah penting dalam sejarah berpikir manusia yang menyebabkan
ditinggalkannya tradisi yang bersifat dogmatik yang hanya memperkenankan
hidupnya satu doktrin dan digantikan dengan doktrin yang bersifat majemuk yang
masing-masing mencoba menemukan
kebenaran secara analisis yang bersifat kritis. Dengan demikian berkembanglah
metode eksperimen yang merupakan jembatan antara penjelasan teoritis yang hidup
di alam rasional dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Pengembangan
metode eksperimen yang berasal dari Timur ini mempunyai pengaruh penting
terhadap cara berpikir manusia, sebab dengan demikian berbagai penjelasan
teoritis dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Dengan
demikian berkembanglah metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif
dan induktif.
Jadi dapat
diartikan secara epistemologi ada dua tahap cara mendapatkan pengetahuan, yaitu
secara teoritis, dengan mempergunakan semua pengetahuan ilmiah (ilmu) yang
telah dikumpulkan manusia selama ini (ini baru dugaan atau hipotesis)..
Selanjutnya pembuktian (teori dengan kenyataan).
Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis (Abbas Hamami, 1982 )
mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh pengetahuan, yaitu :
1. Pengalaman Indra ( sense experience)
2. Nalar ( reason )
3. Otoritas ( authority )
4. Intuisi ( Intuition )
5. Wahyu (revelation )
6. Keyakinan ( faith )
Macam-macam Pengetahuan
Macam-macam pengetahuan menurut Imanuel Kant ialah
1. Pengetahuan
Analitis; predikat sudah termuat dalam subyek. Predikat diketahui melalui
suatu analisis obyek. Misalnya, lingkaran itu bulat.
2. Pengetahuan
Sintetis Aposteriori; predikat dihubungkan dengan subyek berdasarkan
pengalaman indrawi.
3. Pengetahuan Sintetis Apriori: Akal budi dan pengalaman indrawi
dibutuhkan serentak. Ilmu pesawat, ilmu pasti bersifat sintetis apriori. (Surajiyo,
2005)
Ilmu
Ialah Kumpulan pengetahuan secara holistik yang
tersusun sistematis yang teruji secara
rasional da terbukti berdasarkan metode ilmiah.
Klasifikasi Ilmu
Ada beberapa pandangan
yang berkaitan dengan klasifikasi ilmu pengetahuan sebagaimana yang
terdapat dalam buku Filsafat Ilmu (
Rizal Mustansir, 2001), sabagai berikut :
1. Menurut Cristian Wolff,
klasifikasi ilmu pengetahuan ialah :
a. Ilmu
pengetahuan empiris :
1. Kosmologi empiris
2. Psikologi empiris
b. Matematika
1. Murni : aritmatika, geometri aljabar
2. Campuran : mekanika, dll.
c. Filsafat:
1.
Spekulatif (metafisika)
a. Umum-ontologi
b. Khusus: psiokologi, kosmologi, theologi
2. Praktis:
a. Intelek-logika
b. Kehendak : ekonomi, etika, politik
c. pekerjaan fisik : teknik.
2. Auguste Comte, klasifikasi ilmu pengetahuan ialah :
a. Ilmu pasti (matematika)
b. ilmu perbintangan (astronomi)
c. ilmu alam ( fisika )
d. ilmu kimia
e. ilmu hayat ( biologi atau fisiologi )
f. ilmu fisika sosial ( sosiologi )
3. Karl
Raimund Popper, mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menjadi :
a. Dunia I
: Kenyataan fisik dunia
b. Dunia II : Kenyataan psikis dari dalam diri manusia
c. Dunia III : Hipotesis, hukum, Teori
(ciptaan manusia) yaitu :
Karya ilmia, Studi ilmiah dan Penelitian ilmiah
4. Jurgen Habermas, mengklasifikasi ilmu
pengetahuan sebagai berikut :
a. Ilmu bersifat empiris-analitis : ilmu alam
dan sosial empiris.
b. Ilmu bersifat historis-hermeneutis :
Humaniora
c. Ilmu yang bersifat sosial-kritis :
Ekonomi,sosiologi dan politik
Tahap-Tahap Ilmu
Dalam perkembangnnya,
ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Sistematika.
Pada tahap ini, ilmu menggolongkan obyek
empiris ke dalam kategori- kategori tertentu untuk
menemukan ciri-ciri yang bersifat umum
yang merupakan pengetahuan bagi
manusia dalam mengenal dunia fisik.
2. Tahap Komparatif.
Pada tahap ini manusia mulai membandingkan
antara kategori yang satu dengan kategori yang lain.
3. Tahap Kuantitatif
Pada tahap
ini manusia mencari hubungan sebab akibat, tidak lagi berdasarkan
perbandingan melainkan berdasarkan
pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang disediki.
Pada ini juga, berperannya matematika sebagai bahasa verbal dengan
sejumlah lambang-lambang yang mengandung informasi tentang obyek tertentu dalam
dimensi-dimensi pengukuran. Disamping intu juga, matematika merupakan bahasa
artifisial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahawa verbal yang
bersifat alamiah ( Yuyun SS., 1990).
Karakteristik Ilmu
The Liang Gie memberikan pengertian Ilmu. Ilmu ialah
rangkaian aktivitas penelaahan yang
mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional
empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan
sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia (Surajiyo,2005)
Aktivitas
Ilmu

Menurut Surajiyo alam
bukunya Ilmu Filsafat suatu Pengantar (2005), karakteristik pengetahuan dalam 5 bagian, adalah:
1. Empiris, pengetahuan itu
diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
2. Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai
kumpulan pengetahuan itu mempunyai
hubungan ketergantungan dan teratur.
3 Obyektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas
dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.
4. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya
ke dalam bagian-bagian yang terperinci
untuk memahami berbagai sifat, hubungan dan peranan dari bagian-bagian itu.
5. Verifikatif, pengetahuan dapat diperiksa kebenarannya oleh
siapapun.
Metode Ilmiah
Landasan
epistemologi ilmu adalah metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan secara ilmiah yang disebut ilmu atau pengetahuan
ilmiah. Metode ilmiah dalam prosesnya menemukan pengetahuan terdiri atas
beberapa langkah tertentu yang semuanya kait mengkait satu sama lain secara
dinamis, sampai kepada kesimpulan yang benar. Metode ilmiah merupakan sintesis
antara berpikir rasional dan bertumpu pada data empiris. Secara rasional, ilmu
menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, secara empiris ilmu
memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.
Metode
ilmiah mempunyai mekanisme umpan balik yang bersifat korektif yang memungkinkan
upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Sebaliknya bila
ternyata bahwa sebuah pengetahuan ilmiah yang baru adalah benar, maka
pernyataan yang terkandung dalam pengetahuan ini dapat dipergunakan sebagai
premis baru, yang bila kemudian ternyata dibenarkan dalam proses pengujian akan
menghasilkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang baru ( The Liang Gie, 1987)..
Langkah-langkah
kegiatan berpikir ilmiah:
1)
penemuan atau penentuan masalah secara sadar
2)
perumusan kerangka permasalahan
3)
menyususn kerangka penjelasan
4)
pengajuan hipotesis
5)
pengujian hipotesis
6)
deduksi dari hipotesis
7)
pembuktian dari hipotesis
8)
penerimaan hipotesis menjadi teori ilmiah
Penutup
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau
cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Aspek
epistemologi adalah kebenaran fakta / kenyataan dari sudut pandang mengapa dan
bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya.
Referensi
Nasoetion, Anda Hakim, 1988, Pengantar ke Filsafat Sains,
Jakarta: Litera Antarnusa
Pidarta, Made, 1997, Landasan Kependidikan, Jakarta:
Rineka Cipta
Peursen, CA. Van, 1990, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogya:
Tiara Wacana.
S. Suriasumantri, Yuyun, 1990, Ilmu
dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor
S. Suriasumantri, Yuyun, 1990, Filsafat Ilmu suatu Pengantar,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo, 2005, Ilmu filsafat suatu Pengantar,
Jakarta: Bumi Aksara.
.
No comments:
Post a Comment