ONTOLOGI
Prakata
Ontologi adalah
bagian dari Filsafat dasar yang jika dibahas sebagai “dirinya sendiri” maka
pembahasannya cukup abstrak tanpa contoh konkrit sehingga cukup membingungkan. Karena ontologi sebagai
bagian dari filsafat dasar berhubungan dengan bagian-bagian yang lain yang
tidak bisa tidak “mereka” harus dibahas juga karena tanpa mereka pembicaraan tentang ontologi akan mengambang.
“Mereka” yang
tidak bisa tidak harus kita ikutkan yaitu; “Axiology”, “Epistemology”, “The Greek Philosophy”, “The Moslems
Philosophy”, “History Of Science”,
“History Of Civilization”, “The Enlightment Era (Renaisance)”, “The Secularism”, “The Development Of
Scientific Structure”, “The Dark
Age”, “The Moslems Contribution To
Science & Civilization”, “The Civilization
In The Middle Age” & “ The
Paradigm”. Meskipun tidak membahas keseluruhannya, mengetahui bagian-bagiannya
sudah merupakan modal yang cukup untuk memperjelas dimana posisi dan apa peran
ontologi dalam perkembangan ilmu.
I. PENGETAHUAN, ILMU, FILSAFAT & FILSAFAT ILMU
Pengetahuan,
Ilmu, Filsafat & Filsafat Ilmu
Sebelum membahas
tentang ontologi terlebih dahulu kita harus membahas pengertian dari
Pengetahuan, Ilmu, Filsafat dan Filsafat Ilmu. Tanpa mengetahui secara jelas
pengertian keempatnya akan mengakibatkan
kerancuan dalam pembahasan berikutnya
karena kita tidak akan mampu membedakan Pengetahuan, Ilmu, Filsafat,
Filsafat Ilmu dan tidak akan bisa mendudukkan keempatnya pada tempatnya
masing-masing dan akibatnya kita juga tidak akan tahu secara tepat dimana
sebenarnya posisi ontology yang akan dibahas.
A.
Pengetahuan
“Kita melihat, mendengar, merasa, meraba, mencium segala
sesuatu. Pengalaman panca indera ini melalui proses langsung kemudian menjadi
pengetahuan”.[1]
“Pengetahuan adalah gejala tahu
nya, secara bagian per bagian, seseorang
baik bersumber dari dirinya sendiri maupun dari orang lain mengenai sesuatu dan dasar sesuatu itu”[2]
Jadi Pengetahuan adalah apa yang kita ketahui yang berupa kesimpulan yang
merupakan hasil dari pengamatan terhadap suatu gejala yang parsial.
B.
Ilmu / Science
Ilmu berasal dari bahasa
‘Arab “alima” sama dengan kata
dalam bahasa Inggris “Science” yang berasal dari bahasa Latin “Scio” atau
“Scire”[3] yang
kemudian di Indonesiakan menjadi Sains.
‘A. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan “Ilmu adalah
pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam
istilah-istilah yang sesederhana mungkin, .. pelukisan secara lengkap dan
konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan
pengklassifikasian dan melakukan pengujian”[4]
Jujun S. Suriasumantri menggambarkannya dengan sangat
sederhana namun penuh makna “Ilmu adalah
seluruh pengetahuan yang kita miliki dari sejak bangku SD hingga Perguruan
Tinggi”[5]
Beerling, Kwee, Mooij dan Van Peursen menggambarkannya
lebih luas “Ilmu timbul berdasarkan atas hasil penyaringan, pengaturan,
kuantifikasi, obyektivasi, singkatnya, berdasarkan atas hasil pengolahan secara
metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang dapat dikumpulkan.”[6]
Sehingga dengan demikian,
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara holistik yang
tersusun secara sistematis yang teruji secara rasional dan terbukti empiris.
Ukuran kebenaran Ilmu adalah rasionalisme dan empirisme
sehingga kebenaran ilmu bersifat Rasional dan Empiris.
C.
Filsafat
Filsafat berasal dari kata Yunani Philos
dan Sophia yang secara umum
berarti Cinta pada Kearifan.
“Filsafat adalah berpikir secara menyeluruh, mendasar
namun spekulatif”[7]
Plato dalam The Liang Gie “ Filsafat adalah penyelidikan
terhadap sifat-sifat dasar yang penghabisan dari kenyataan”, J.A. Leighton dalam The Field Of Philoshopy
dalam The Liang Gie “Filsafat adalah pencarian suatu totalitas dan keserasian
dari pengertian yang beralasan mengenai sifat dasar dan makna dari semua segi pokok
kenyataan. Suatu filsafat yang lengkap mencakup suatu pandangan dunia atau
konsepsi yang beralasan mengenai seluruh kosmos dan suatu pandangan hidup atau
ajaran tentang nilai-nilai, makna-makna, dan tujuan-tujuan dari hidup manusia”[8]
Dengan demikian,
Filsafat adalah upaya pengerahan akal budi berupa berpikir
yang mendalam dan holistik namun spekulatif mengenai hakikat sesuatu yang
bertujuan untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dipertanyakan.
Namun filsafat bersifat spekulatif / asumtif sehingga
kebenarannya pun bersifat spekulatif/asumtif.
D.
Filsafat Ilmu
“Filsafat ilmu adalah bentuk pemikiran yang mendalam mengenai azas-azas,
latar belakang, penyelenggaraan dan keterhubungan di dalam ilmu”[9]
Pengertian lain
“Filsafat Ilmu adalah sebuah studi/pembahasan mengenai dasar-dasar
ilmu, terbentuknya struktur ilmu serta perkembangan ilmu”
II. ONTOLOGI
A.
Ontologi dalam definisi Aristoteles
Yaitu pembahasan tentang hal ada sebagai hal ada (hal ada sebagai
demikian) mengalami perubahan yang dalam, sehubungan dengan objeknya[10]
B.
Ontologi dalam Pandangan The Liang Gie
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar[11] yang
mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi
persoalan-persoalan :[12]
-
Apakah artinya ada, hal ada ?
-
Apakah golongan-golongan dari hal yang
ada ?
-
Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada
?
-
Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana
entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek
fisis, pengertian universal, abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada ?
C.
Ontologi dalam Ensiklopedi Britannica Yang
juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles
Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar
dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi
filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda
untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut.
(Filosofi ini didefinisikan oleh
Aristoteles abad ke-4 SM)[13]
III. ONTOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU
Ontologi dalam Filsafat ilmu adalah studi/pengkajian mengenai sifat dasar
ilmu yang sifat dasar itu menentukan arti, struktur dan prinsip ilmu.
IV. STRUKTUR ILMU
Peter R Senn dalam Ilmu Dalam Persektif (Jujun Suriasumantri)
meskipun tidak secara gamblang ia menyampaikan bahwa ilmu memiliki bangun
struktur[14]
Van Peursen menggambarkan lebih tegas bahwa “Ilmu itu
bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar tersebut
tidak pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah
batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian digolongkan menurut
kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Upaya ini tidak dilakukan dengan
sewenang-wenang, melainkan merupakan hasil petunjuk yang menyertai susunan
limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda-beda meresap
sampai dasar ilmu. . . istilah yang pada ilmu pasti lama masih merujuk pada
sesuatu seperti “ruang” (ruang fisis), “garis lurus (garis lurus lintasan sinar
cahaya dalam hampa udara), sekarang lebih baik diganti dengan lambang tanpa
arti seperti X, Y. Pakatan tertentu (disebut aksioma) yang sebetulnya merupakan
semacam definisi mengenai istilah-istilah ..itu, memberikan petunjuk bagaimana
“pengertian dasar” ini dapat dipergunakan”.[15]
Hidajat Nataatmadja menggambarkan dalam bahasanya sendiri
mengenai hal tersebut diatas bahwa “ilmu memiliki struktur dan struktur ilmu
itu berlapis-lapis. Lapis terdalam dalam dunia ilmu ia sebut dengan (meminjam
terminologi Thomas S Kuhn) Paradigma
yang ia terjemahkan dalam grafik :[16]
|
|||||||
![]() |
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
Dan lebih rinci lagi
beliau menggambarkan lapisan-lapisan ilmu sebagai berikut :[17]
|
![]() |
TEKNOLOGI / REKAYASA
![]() |
SAINS / METODOLOGI
![]() |
LOGIKA / MATEMATIKA
![]() |
METALOGIKA / MATEMATIKA
![]() |
|
![]() |
|
EPISTEMOLOGI
AKSIOLOGI
ONTOLOGI
Beliau membagi
lapisan ilmu ke dalam dua golongan / kategori yaitu lapisan yang bersifat
terapan dan lapisan yang bersifat paradigmatik.
Kedua kategori
memiliki karakter sendiri-sendiri, lapisan terapan bersifat praktikal,
pragmatik, empirik dan logik. Lapisan Paradigmatik bersifat asumtif spekulatif.
V.
ONTOLOGI DALAM STRUKTUR ILMU, POSISI DAN PERAN PENTINGNYA
Sebagaimana telah di sampaikan di atas mengenai pengertian Ontologi dalam
Filsafat ilmu bahwa ontologi adalah studi/pengkajian mengenai sifat dasar ilmu
yang sifat dasar itu menentukan arti, struktur dan prinsip ilmu.
Ontologi menempati posisi yang demikian pentingnya karena ia menempati
posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah terletak
“undang-undang dasarnya” dunia ilmu.
Kelompok kami mengajukan sebuah penyimpulan yang merupakan penyederhanaan
dari pembahasan para ahli sebelumnya yaitu bahwa fenomena ilmu adalah bagaikan
fenomena gunung es di tengah lautan, dimana yang nampak oleh panca indera kita
hanyalah sebuah kerucut biasa yang tidak begitu besar namun jika kita selami ke
dalamnya maka akan tampak fenomena lain yang luar biasa dimana ternyata kerucut
yang terlihat biasa itu merupakan puncak
dari sebuah dari sebuah gunung yang dasarnya jauh berada di dalam lautan.
Begitulah dunia ilmu, ilmu yang terlihat oleh kita dan yang ada dalam
benak kita ternyata hanyalah permukaan ( terapan ) saja dari sebuah dunia yang
begitu luas yaitu dunia Paradigma atau dunia landasan ilmu.
Ya, ilmu yang kita nikmati saat ini.
Kelompok kami menggambarkannya dalam bagan seperti berikut :

Ontologi sebagai
landasan terdasar dari ilmu adalah dunia yang jarang dikaji karena
keberadaannya yang nyaris tak terlintas di benak sebagaian besar para pengguna
ilmu. Pada lapisan ontologi lah
diletakkannya “undang-undang dasar” dunia ilmu oleh para pendiri sains modern
pada masa Renaisans yang merupakan penentu dari “hendak dibentuk seperti apakah
ilmu yang akan dibangun ini”, “ketujuan
manakah ilmu ini diarahkan”
dalam konteks sebagai alat untuk membangun peradaban maka “peradaban seperti apakah yang ingin
diwujudkan” dan “sebenarnya sedang
menuju kearah manakah kita (ummat manusia) dengan menunggang sains modern saat
ini ?”
VI. KESIMPULAN
Ternyata ilmu/sains tidaklah sesederhana yang sering kita bayangkan. Sebagai
User, kita umumnya memandang bahwa ilmu
hanya berkutat pada pembahasan berbagai teori, riset, eksperimen atau rekayasa
berbagai teknologi.
Ilmu ternyata merupakan sebuah dunia yang memiliki karakter dasar, prinsip
dan struktur yang kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan pemanfaatan ilmu.
Karakter dasar, prinsip dan struktur ilmu dibangun oleh para pendiri sains
modern pada masa renaisans dimana saat itu para pendiri sains modern menyadari
bahwa hidup manusia memiliki tujuan yaitu membangun peradaban ummat manusia dan
untuk mencapai tujuannya manusia membutuhkan alat. Alat itu
adalah……..ilmu.
Ontologi dalam filsafat ilmu adalah sesuatu yang maha penting karena
sebagai lapis terdalam dari fondasi dunia
ilmu ia adalah sebuah ruang tempat diletakkannya “Undang-undang dasar
Dunia Ilmu”. Disanalah ditetapkannya
kearah mana Sains Modern menuju dan kita sebagai user sains modern , sadar atau
tidak adalah orang-orang yang sedang
bersama-sama bergerak menuju arah yang
sudah ditetapkan oleh para pendiri sains modern.
VII.
PENUTUP
Demikianlah pembahasan kelompok kami
mengenai Ontologi. Pembahasan kami hanya sebatas merunut dimanakah posisi dan
peran ontologi dalam dunia ilmu. Mengenai siapa yang membangun ontologi dan
diisi dengan apakah ontologi itu, itu adalah bagian dari pembahasan sejarah dan
perkembangan ilmu.
Demikianlah penyajian kami atas
perhatiannya kami sampaikan banyak terimakasih.
Wassalam
[1] Sistematika Filsafat, Buku 1, Sidi
Gazalba Drs, Bulan Bintang, Jakarta
1973. h. 21
[2] Tahu dan Pengetahuan, Poedjawijatna,
Prof. Ir, Rineka Cipta, Jakarta 2004, h.
[3] Sistematika Filsafat, Buku 1, Sidi
Gazalba Drs, Bulan Bintang, Jakarta
1973. h. 54
[4] Sistematika Filsafat, Buku 1, Sidi
Gazalba Drs, Bulan Bintang, Jakarta
1973. h. 54-55
[5] Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer,
Jujun S Suriasumantri, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1990, h. 19
[6] Pengantar Filsafat Ilmu, Beerling, Kwee,
Mooij, Van Peursen, Tiara Wacana, Yogyakarta,
1990, h. 14-15
[7] Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer,
Jujun S Suriasumantri, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1990, h. 22-23
[8] [8] Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang
Filsafat, The Liang Gie. Drs., Karya
Kencana, Yogyakarta, 1977, h. 8
[9] Pengantar Filsafat Ilmu, Beerling, Kwee,
Mooij, Van Peursen, Tiara Wacana, Yogyakarta,
1990, h. 2-3
[10] Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang
Filsafat, The Liang Gie. Drs., Karya
Kencana, Yogyakarta, 1977, h. 91
[11] Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang
Filsafat, The Liang Gie. Drs., Karya
Kencana, Yogyakarta, 1977, h. 79
[12] Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang
Filsafat, The Liang Gie. Drs., Karya
Kencana, Yogyakarta, 1977, h. 80
[13] Ensiklopedia Britannica, dalam Wikipedia
[14] Ilmu Dalam perspektif, Jujun S Suriasumantri, PT. Gramedia, Jakarta, 1981, h. 110-128
[15] Susunan Ilmu Pengetahuan, C.A, Van Peursen,
PT. Gramedia, Jakarta,
1989, h. 28
[16] The Grand Theory Of Science, Hidayat
Nataatmadja, Yayasan Humanika, Bogor,
1993, h. 58-63
[17] The Grand Theory Of Science, Hidayat
Nataatmadja, Yayasan Humanika, Bogor,
1993, h. 58-60
No comments:
Post a Comment